Pentingnya memahami It's okay not to be okay

It's okay not to be okay

Foto : Pexel.com

It's okay not to be okay karena semua butuh proses penyesuaian ketika berduka dan proses penerimaan berbeda-beda setiap orang, mungkin mirip tapi tidak sama. 

Berduka itu tidak gampang untuk dihadapi dengan terbukti sebagian orang bisa melalui kondisi kesehatan mental yang membutuhkan pertolongan dan perawatan medis. Mereka ini adalah mereka yang berduka dan menjadi depresi. Ada yang menyadari namun ada juga yang tidak menyadari. 

Berduka layaknya kita dihadapkan akan kondisi untuk menerima kehilangan kemudian kehilangan itu menyebabkan perubahan dan kita dipaksa untuk menerima perubahan itu. Perubahan tidak hadirnya kembali seseorang yang biasanya berinteraksi dan memiliki hubungan erat. ketika seseorang itu tidak ada akan terjadi kebingungan, kegundahan, amarah, ingin menyendiri, sedih dan merenung. 

Ketika habis-habisan berobat, bawa kesana - kemari namun tetap kehilangan. Tidak ada sebab akibat lalu menerima kabar kehilangan karena kecelakaan. Pada awalnya sehat walafiat terus tiba-tiba sakit kemudian meninggal. Hal yang tidak bisa dipahami dan dimengerti.

Bisa jadi akan ada skenario dengan pertanyaan-pertanyaan "Kok bisa...?", "Aku tahunya sembuh bukan meninggal...", "Coba kalau..." bersama ingatan-ingatan memori yang datang begitu saja.

Psikolog Elizabeth Santosa, MPsi, Psi, SFP, ACC berujar tahapan ini normal dialami oleh manusia saat sedang berduka. Ada lima tahap, kita menyangkal,lalu marah, kemudian berusaha menawar, depresi lalu terakhir menerima.

1. Penyangkalan (Denial)

Pada tahap berduka ini, kita tidak percaya musibah terjadi pada hidup kita. Kita akan merasa semuanya tidak masuk akal dan bahkan sampai tidak bisa berpikir jernih.

Tahapan ini sangat alamiah, karena saat menyangkal, kita akan menganalisa duka dan bencana yang terjadi.

Emosi meluap-luap secara tidak sadar terjadi pada fase ini. Menolak pada informasi yang kita terima dan menyangkal bahwa itu salah. Butuh waktu yang agak lama untuk bisa mencerna pesan orang lain dan peristiwa yang sedang terjadi.

“Dia tidak pergi selamanya, lihat saja sebentar lagi akan datang,” salah satu contoh ucapan menyangkal yang sering dilontarkan seseorang ketika ditinggal. Ini adalah proses umum terjadi dalam membantu memproses situasi sebenarnya.

Di saat itu lah secara tidak sadar, kita mulai proses penyembuhan dan penerimaan. Namun kesedihan bisa meningkat apabila dihadapkan dengan ingatan memori atau pengalaman masa lalu.

Lalu kemudian perlahan kita akan jadi lebih kuat dan mulai mengikhlaskan.

2. Marah (Anger)

Amarah adalah tahap berduka yang penting dalam penyembuhan dan penerimaan. Kita harus membiarkan diri merasa marah, karena kalau ditahan, amarah ini akan semakin tidak terkontrol.

Rasa marah ini didasari oleh kesedihan dan rasa sakit akibat kehilangan orang tersayang, maupun akibat bencana yang terjadi pada kita.

Marah lebih baik dibanding tidak merasakan apa-apa alias mati rasa. Marah ini juga dilandasi akibat rasa cinta terhadap kehilangan yang kita alami.

Untuk mengutarakan amarah ini dapat dengan berbicara dengan orang yang dipercaya atau memperbanyak aktivitas.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh Marie Curie Research, meluapkan emosi dengan menulis surat juga cukup membantu. Utarakan apa yang ada di pikiran kita dan luapkan di secarik kertas agar pikiran dan hati terasa lebih lega.

Olahraga juga bisa menjadi cara yang bermanfaat untuk melepaskan emosi marah. Olahraga melepaskan endorfin (hormon 'rasa baik' dalam tubuh), yang dapat meningkatkan suasana hati.

3. Tawar Menawar (Bargaining)

Selama masih dalam keadaan duka, tubuh dan pikiran tidak berdaya.

Dalam tahap berduka ini, kita akan melakukan tawar menawar dengan Tuhan supaya musibah berhenti atau agar Tuhan menyelamatkan orang terkasih.

Mulai melontarkan pikiran-pikiran seperti “Bagaimana jika….”, “Coba aja..”, ini menunjukkan individu mulai tawar menawar dengan kondisi.

Pada tahap berduka ini, kita mulai bisa menerima namun masih sulit untuk mencoba ikhlas. Pikiran berandai-andai dan harapan kerap muncul pada fase ini.

Tidak jarang juga, seseorang membuat kesepakatan atau janji kepada Tuhan agar tidak merasakan atau menerima peristiwa yang tidak diinginkan.

Tawar-menawar adalah garis terkuat melawan emosi kesedihan. Ini membantu kita menunda kesedihan, kebingungan, atau sakit hati, menurut penelitian yang diterbitkan oleh US National Library of Medicine.

4. Depresi (Depression)

Setelah tawar menawar, kita akan mulai pasrah dan merasakan kesedihan yang amat mendalam.

Tahap berduka depresi ini akan sangat menyiksa, kita jadi malas melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan bisa sampai tidak mau keluar rumah.

Mengasingkan diri dari orang lain, menolak ajakan untuk berkumpul, merasa tidak punya teman yang bisa menemani adalah perasaan-perasaan yang muncul dalam tahapan ini.

Seperti tahap kesedihan lainnya, depresi bisa jadi sulit dan kacau. Ini bisa terasa sangat luar biasa. Kita mungkin merasakan puncak kebingungan dan tidak berdaya untuk beraktivitas.

Studi menurut National Alliance of Mental Illness, ini adalah kondisi kesehatan mental yang serius yang membutuhkan pemahaman dan perawatan medis.

Jika tidak ditangani, depresi dapat memperburuk emosional seseorang dan orang di sekitarnya.

Orang-orang terdekat sangat diperlukan pada tahap ini untuk membantu individu berpikir lebih jernih dan rasional dalam mengambil tindakan.

5. Menerima (Acceptance)

Depresi mungkin tahap yang membutuhkan proses paling lama. Namun, setelahnya akan muncul rasa menerima dan ikhlas. Ini merupakan tahap berduka yang terakhir.

Saat kita mulai menikmati kembali hidup, biasanya akan muncul rasa bersalah. Kita merasa tidak boleh merasa bahagia karena kita baru saja kehilangan orang terdekat.

Namun, ingat bahwa kita tidak bisa mengubah sesuatu yang sudah terjadi. Lebih baik fokus pada hal-hal positif di depan dan kelilingi hidup dengan orang-orang baik.

Australian Psychological Society menjabarkan seseorang yang tengah mengalami tahap duka cita memerlukan terapi yang berbeda setiap orang. Perasaan menerima dan ikhlas pada keadaan adalah hal yang berbeda dirasakan setiap individu.

Lima tahap berduka ini adalah tahapan yang dihadapi manusia normal. Tapi dalam beberapa kasus ada yang putus asa dan menyerah pada depres.

Oleh sebab itu, banyak terapis mengatakan bahwa banyak orang yang memilih untuk bunuh diri karena tidak sanggup menahan duka dan depresi yang mendalam.

Agar hal itu tidak terjadi, jangan sungkan untuk meminta bantuan orang lain dan tenaga profesional saat kita merasakan kesedihan yang berlarut-larut.

Foto : Istimewa

5 tahapan ini normal bagi yang berduka dan perlu dipahami oleh orang-orang yang belum pernah mengalami proses tahapan ini. 

Salam sehat dan bahagia selalu!







No comments:

Powered by Blogger.